Minggu, 08 Mei 2011

1. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu,
yaitu :
a. pekerjaan yg sekali selesai
atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yg diperkirakan
penyelesaiannya dlm waktu yg
tidak terlalu lama dan paling lama
3 tahun;
c. pekerjaan yg bersifat
musiman; atau
d. pekerjaan yg berhubungan
dgn produk baru, kegiatan
baru / produk tambahan yg
masih dlm percobaan atau
penjajakan.
2. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.
4. Perjanjian kerja waktu
tertentu yg didasarkan atas
jangka waktu tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
5. Pengusaha yang
bermaksud memperpanjang
perjanjian kerja waktu tertentu
tersebut, paling lama 7 (tujuh)
hari sebelum perjanjian kerja
waktu tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/
buruh yang bersangkutan.
6. Pembaruan perjanjian
kerja waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari berakhirnya perjanjian kerja
waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling
lama 2 (dua) tahun.
7. Perjanjian kerja untuk
waktu tertentu yg tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja waktu
tidak tertentu.
8. Hal-hal lain yang belum
diatur dalam Pasal ini akan diatur
lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 60
1. Perjanjian kerja untuk
waktu tidak tertentu dapat
mensyaratkan masa percobaan
kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
2. Dalam masa percobaan
kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pengusaha
dilarang membayar upah di
bawah upah minimum yang
berlaku.
Pasal 61
1. Perjanjian kerja berakhir
apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan
dan/atau putusan atau
penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian
tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya
hubungan kerja.
2. Perjanjian kerja tidak
berakhir karena meninggalnya
pengusaha atau beralihnya hak
atas perusahaan yang
disebabkan penjualan,
pewarisan, atau hibah.
3. Dalam hal terjadi
pengalihan perusahaan maka
hak-hak pekerja/buruh menjadi
tanggung jawab pengusaha
baru, kecuali ditentukan lain
dalam perjanjian pengalihan
yang tidak mengurangi hak-hak
pekerja/buruh.
4. Dalam hal pengusaha,
orang perseorangan, meninggal
dunia, ahli waris pengusaha
dapat mengakhiri per-janjian
kerja setelah merundingkan
dengan pekerja/buruh.
5. Dalam hal pekerja/buruh
meninggal dunia, ahli waris
pekerja/ buruh berhak
mendapatkan hak haknya se-suai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau hak
hak yang telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
Pasal 62
Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja
sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu,
atau berakhirnya hubungan
kerja bukan karena ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (1), pihak yang
mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi
kepada pihak lainnya sebesar
upah pekerja/buruh sampai
batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.
Pasal 63
1. Dalam hal perjanjian kerja
waktu tidak tertentu dibuat
secara lisan, maka pengusaha
wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerja/
buruh yang bersangkutan.
2. Surat pengangkatan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), sekurang kurangnya
memuat keterangan :
a. nama dan alamat pekerja/
buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh yang dibuat
secara tertulis.
Pasal 65
1. Penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain dilaksanakan
melalui perjanjian pem borongan
pekerjaan yang dibuat secara
tertulis.
2. Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan
lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari
kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah
langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan
penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses
produksi secara langsung.
3. Perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus berbentuk badan
hukum.
4. Perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja bagi pekerja/
buruh pada perusahaan lain
sebagaimana dimak-sud dalam
ayat (2) sekurang-kurangnya
sama dengan perlindungan kerja
dan syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
5. Perubahan dan/atau
penambahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
6. Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dalam perjanjian
kerja secara tertulis antara
perusahaan lain dan pekerja/
buruh yang dipekerjakannya.
7. Hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (6) dapat didasarkan atas
perjanjian kerja waktu tidak
tertentu atau perjanjian kerja
waktu tertentu apabila
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
8. Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum
status hubungan kerja pekerja/
buruh dengan perusahaan
penerima pemborongan beralih
menjadi hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
perusahaan pemberi pekerjaan.
9. Dalam hal hubungan kerja
beralih ke perusahaan pemberi
pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (8), maka
hubungan kerja pekerja/buruh
dengan pemberi pekerjaan
sesuai dengan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7).
Pasal 66
1. Pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja
untuk melaksanakan kegiatan
pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan
proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan
proses produksi.
2. Penyedia jasa pekerja/
buruh untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang
tidak berhubungan lang-sung
dengan proses produksi harus
memenuhi syarat sebagai
berikut :
adanya hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh;
perjanjian kerja yang berlaku
dalam hubungan kerja
sebagaimana dimaksud pada
huruf a adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dan/atau perjanjian
kerja waktu tidak tertentu yang
dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah
pihak;
perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-syarat
kerja, serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; dan
perjanjian antara perusahaan
pengguna jasa pekerja/buruh
dan perusahaan lain yang
bertindak sebagai perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh
dibuat secara tertulis dan wajib
memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
3. Penyedia jasa pekerja/
buruh merupakan bentuk usaha
yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
4. Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b,
dan huruf d serta ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum
status hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh
beralih menjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi pekerjaan.
BAB X
PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN,
DAN
KESEJAHTERAAN
Bagian Kesatu
Perlindungan
Paragraf 1
Penyandang Cacat
Pasal 67
1. Pengusaha yang
mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat wajib
memberikan perlindungan
sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya.
2. Pemberian perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar