Minggu, 08 Mei 2011

Paragraf 3
Penutupan Perusahaan (lock-
out)
Pasal 146
1. Penutupan perusahaan
(lock out) merupakan hak dasar
pengusaha untuk menolak
pekerja/buruh sebagian atau
seluruhnya untuk menjalankan
pekerjaan sebagai akibat
gagalnya perundingan.
2. Pengusaha tidak
dibenarkan melakukan
penutupan perusahaan (lock out)
sebagai tindakan balasan
sehubungan adanya tuntutan
normatif dari pekerja/buruh
dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
3. Tindakan penutupan
perusahaan (lock out) harus
dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Pasal 147
Penutupan perusahaan (lock out)
dilarang dilakukan pada
perusahaan-perusahaan yang
melayani kepentingan umum
dan/atau jenis kegiatan yang
membahayakan keselamatan
jiwa manusia, meliputi rumah
sakit, pelayanan jaringan air
bersih, pusat pengendali
telekomunikasi, pusat penyedia
tenaga listrik, pengolahan
minyak dan gas bumi, serta
kereta api.
Pasal 148
1. Pengusaha wajib
memberitahukan secara tertulis
kepada pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh,
serta instansi yang bertanggung
jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat
sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
hari kerja sebelum penutupan
perusahaan (lock out)
dilaksanakan.
2. Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam)
dimulai dan diakhiri penutupan
perusahaan (lock out); dan
b. alasan dan sebab-sebab
melakukan penutupan
perusahaan (lock out).
3. Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditandatangani oleh
pengusaha dan/atau pimpinan
perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149
1. Pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dan
instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenaga-
kerjaan yang menerima secara
langsung surat pemberitahuan
penutupan perusahaan (lock out)
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 harus memberikan
tanda bukti penerimaan dengan
mencantumkan hari, tanggal, dan
jam penerimaan.
2. Sebelum dan selama
penutupan perusahaan (lock out)
berlangsung, instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan berwenang
langsung menyelesaikan masalah
yang menyebabkan timbulnya
penutupan perusahaan (lock out)
dengan mempertemukan dan
merundingkannya dengan para
pihak yang berselisih.
3. Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) menghasilkan
kesepakatan, maka harus dibuat
perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak
dan pegawai dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan sebagai saksi.
4. Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak menghasilkan
kesepakatan, maka pegawai dari
instansi yang bertanggung
jawab di bidang
ketenagakerjaan segera
menyerahkan masalah yang
menyebabkan terjadinya
penutupan perusahaan (lock out)
kepada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
5. Apabila perundingan tidak
menghasilkan kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), maka atas dasar
perundingan antara pengusaha
dan serikat pekerja/serikat
buruh, penutupan perusahaan
(lock out) dapat diteruskan atau
dihentikan untuk sementara atau
dihentikan sama sekali.
6. Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2)
tidak diperlukan apabila :
a. pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh melanggar
prosedur mogok kerja
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140;
b. pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh melanggar
ketentuan normatif yang
ditentukan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 150
Ketentuan mengenai pemutusan
hubungan kerja dalam undang-
undang ini meliputi pemutusan
hubungan kerja yang terjadi di
badan usaha yang berbadan
hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan
atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik
negara, maupun usaha-usaha
sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain
dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Pasal 151
1. Pengusaha, pekerja/buruh,
serikat pekerja/serikat buruh,
dan pemerintah, dengan segala
upaya harus mengusahakan agar
jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja.
2. Dalam hal segala upaya
telah dilakukan, tetapi
pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dihindari, maka maksud
pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat pekerja/
serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/
buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/
serikat buruh.
3. Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) benar-benar tidak
menghasilkan persetu-juan,
pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar