Minggu, 08 Mei 2011

Pasal 152
1. Permohonan penetapan
pemutusan hubungan kerja
diajukan secara tertulis kepada
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
disertai alasan yang menjadi
dasarnya.
2. Permohonan penetapan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diterima oleh
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
apabila telah dirundangkan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (2).
3. Penetapan atas
permohonan pemutusan
hubungan kerja hanya dapat
diberikan oleh lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial jika ternyata
maksud untuk memutuskan
hubungan kerja telah
dirundingkan, tetapi
perundingan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan.
Pasal 153
1. Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan
alasan :
pekerja/buruh berhalangan
masuk kerja karena sakit
menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui
12 (dua belas) bulan secara
terus-menerus;
pekerja/buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya
karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
pekerja/buruh menjalankan
ibadah yang diperintahkan
agamanya;
pekerja/buruh menikah;pekerja/
buruh perempuan hamil,
melahirkan, gugur kandungan,
atau menyusui bayinya;
pekerja/buruh mempunyai
pertalian darah dan/atau ikatan
perkawinan dengan pekerja/
buruh lainnya di dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahan, atau perjanjian kerja
bersama;
pekerja/buruh mendirikan,
menjadi anggota dan/atau
pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan
kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
pekerja/buruh yang
mengadukan pengusaha kepada
yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang
melakukan tindak pidana
kejahatan;
karena perbedaan paham,
agama, aliran politik, suku, warna
kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status
perkawinan;
pekerja/buruh dalam keadaan
cacat tetap, sakit akibat
kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang
menurut surat keterangan
dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat
dipastikan.
2. Pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan dengan
alasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) batal demi hukum
dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/
buruh yang bersangkutan.
Pasal 154
Penetapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat
(3) tidak diperlukan dalam hal :
a. pekerja/buruh masih dalam
masa percobaan kerja, bilamana
telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya;
b. pekerja/buruh mengajukan
permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi
adanya tekanan/intimidasi dari
pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan
perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai
usia pensiun sesuai dengan
ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan;
atau
d. pekerja/buruh meninggal
dunia.
Pasal 155
1. Pemutusan hubungan
kerja tanpa penetapan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (3) batal demi
hukum.
2. Selama putusan lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha
maupun pekerja/buruh harus
tetap melaksanakan segala
kewajibannya.
3. Pengusaha dapat
melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berupa tindakan
skorsing kepada pekerja/buruh
yang sedang dalam proses
pemutusan hubungan kerja
dengan tetap wajib membayar
upah beserta hak-hak lainnya
yang biasa diterima pekerja/
buruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar