Minggu, 11 Desember 2011

Pengalihdayaan pekerjaan kepada perusahaan outsourcing diperbolehkan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan. Pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sbb : dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama perusahaan. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari perusahaan yang mengalihdayakan. pekerjaan yang dialihdayakan adalah kegiatan penunjang secara keseluruhan pekerjaan yang dialihdayakan tidak menghambat proses produksi secara langsung Karyawan perusahaan outsourcing dilarang digunakan untuk menjalankan pekerjaan pada kegiatan utama atau kegiatan kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Apabila ketentuan dan hal tsb di atas tidak dipenuhi oleh perusahaan, maka demi hukum status hubungan kerja karyawan outsourcing tsb beralih dari perusahaan outsourcing menjadi karyawan perusahaan yang memborongkan pekerjaan tsb. Jadi sebenarnya cukup jelas bagaimana kita akan menilai apakah yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dengan strategi outsourcing-nya melanggar hukum atau tidak, bahkan tanpa melalui suatu proses telaah hukum yang canggih. Pada kenyataannya di lapangan cukup banyak memberikan suatu realita bahwa justru bagian pekerjaan yang dialihdayakan adalah kegiatan utama suatu perusahaan, bahkan bisa dikatakan posisinya terbalik, kegiatan-kegiatan penunjang dari proses produksi seperti misalnya bagian accounting dan finance justru dijalankan oleh karyawan dengan status permanent. Akhirnya kita sampai pada satu pertanyaan pamungkas, kalau memang benar secara standard normatif semua praktek tsb di atas melanggar hukum, bagaimana bisa hingga saat ini di beberapa perusahaan yang nakal masih berjalan. Apalagi bila persoalan ini kita kaitkan dengan prinsip yang lebih mendasar dari hukum kontrak, yang mana kontrak-kontrak semacam ini bisa dinyatakan cacat hukum mengingat syarat obyektifnya tidak dipenuhi yakni isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan UU, Ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1320 KUHPerdata), bahkan terkait dengan hal ini menurut pendapat penulis Perjanjian Kerja Sama Outsourcing sebetulnya bisa dianggap batal dengan sendirinya (nietig) bukan hanya sekedar “vernietigbaar”. Tapi persoalannya memang tidak sesederhana itu apalagi untuk bisa memberikan jawaban yang tuntas, banyak realita dilapangan yang justru menyatakan sebaliknya. Realita yang pertama adalah, hukum perburuhan termasuk dalam ranah Hukum Perdata, pada proses peradilannya terdapat satu ciri khas bahwa dalam prosesnya hukum akan bersikap pasif. Artinya siapa yang mendalilkan suatu hak harus berjuang keras bahwa ia memang memiliki alas hak yang cukup untuk menuntut sesuatu, meskipun di UU jelas tertulis bahwa benar itu memang menjadi hak mereka. Jadi meskipun kita semua tahu bahwa yang dilakukan perusahaan-perusahaan tsb adalah melanggar hukum, kalau ternyata karyawan yang dirugikan tidak mengajukan gugatan sama sekali atau tidak mengerti cara mengajukan gugatan yang benar, maka tidak akan ada suatu tindakan yang konkrit untuk bisa merubah keadaan. Realita yang kedua adalah, meskipun termasuk dalam ranah Hukum Perdata yang bersifat private, tapi Hukum Perburuhan menganut prinsip “Tripartitj” yakni adanya campur tangan pemerintah yang sangat kuat dalam proses pembinaan dan pengawasannya. Namun pada kenyataannya peran pemerintah untuk mengontrol hal yang demikian sangat lemah, hal mana salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah kurangnya tenaga Pengawas dari Kantor Disnaker setempat untuk melakukan pengawasan- pengawasan semacam itu. Realita yang terakhir adalah, diakui atau tidak kondisi-kondisi yang digambarkan di atas adalah salah satu daya tarik Perusahaan Asing berinvestasi di negeri kita. Apabila ternyata kemudian “keadilan” memenangkan laga, sehingga praktek outsourcing tsb di atas dihapuskan dan berganti status menjadi karyawan permanent, bagaimana kira-kira sikap yang akan diambil oleh para pengusaha asing tsb. Bisa jadi sebagian besar dari mereka akan hengkang dari tanah air, untuk di kawasan Asia masih banyak beberapa negara lain yang tenaga kerjanya rela dibayar murah.