Jumat, 20 Januari 2012

INILAH.COM, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pekerja outsourcing itu melanggar konstisusi sudah final. Untuk itu harus diterjemahkan sehingga tidak diskriminatif. Hal itu dikatakan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, Jumat (20/1). "Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait pekerja outsourcing atau pekerja tak tetap itu melanggar konstitusi, maka jangan sampai ada dalam mengambil keputusan menimbulkan diskriminatif nantinya," ujarnya. Secara normatif tidak boleh ada diskriminatif. "Apa yang telah menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi, maka nantinya harus diterjemahkan operasionalnya itu seperi apa, agar tidak menimbulkan dispute. Maka dari itu Mahkamah Konstitusi (MK) itu kan sudah final," jelasnya. MK telah memutuskan terjadi ketidakpastian pekerja dengan sistem kontrak, termasuk outsourcing sehingga telah melanggar konstitusi. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keputusan itu dilakukan untuk uji materi yang diajukan oleh Didik Suprijadi, mewakili LSM Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2MLI). Oleh MK, aturan untuk pekerja outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) dalam UU tersebut, yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap inkonstitusional jika tidak menjamin hak-hak pekerja. MK menilai, UU Ketenagakerjaan tidak memberi jaminan kepastian bagi pekerja/buruh outsourcing untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang layak dalam hubungan kerja dan tidak adanya jaminan bagi pekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar